Mitos dunia gaib, 9 Sanghyang penguasa tanah Jawa
Disclaimer : Cerita ini hanyalah mitos atau legenda yang belum tentu kebenaranya.
Sanghyang dalam Kapitayan, Kejawen, dan Wiwitan adalah istilah kepercayaan kuno di tanah Jawa yang memiliki makna penting. Secara etimologi dalam bahasa Kuno Jawa Sunda, Sanghyang merujuk pada sosok yang disembah sebagai penguasa tak kasat mata yang menguasai suatu tempat di Jawa. Sosok penguasa ini dipercaya oleh beberapa masyarakat atau kepercayaan sebagai salah satu dari 9 Sanghyang, yang bisa diperoleh melalui keturunan maupun keilmuan yang tinggi.
1. Sanghyang Asta Dewa
Asta Dewa dipercaya sebagai pemimpin para Sanghyang yang tinggal di Gunung Semeru selama ribuan tahun yang lalu. Pada zaman sebelum agama Islam masuk ke Tanah Jawa, terjadi pertarungan antara Asta Dewa dan Syekh Subakir karena ajaran baru yang dibawa oleh Syekh Subakir dianggap mengusik ketenangan para Sanghyang atau alam gaib di Pulau Jawa. Pertarungan ini legendaris karena berlangsung selama 40 hari, dan pada akhirnya Asta Dewa memberi izin kepada Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah jangan menghilangkan agama atau kepercayaan yang dianut oleh Asta Dewa, khususnya di Tanah Jawa.
Asta Dewa memiliki beberapa anak, dan keturunan Sanghyang tersebut memiliki gelar Rahyang. Di antara anak Sanghyang, terdapat Jaya Manggala atau Joyo Mongolo dalam bahasa Jawa yang tinggal di Gunung Lawu. Jaya Manggala kemudian memiliki adik, yaitu Rahyang Jayawisesa atau Rahyang Joyo Wiseso yang tinggal di Alas Purwo di Banyuwangi. Selain itu, ada Rahyang Jaya Darma atau yang dipanggil Rahyang Joyo Dormo dalam bahasa Jawa, yang menguasai Gunung Salak. Rahyang Jaya Darma dianggap sebagai pendamping gaib dari keturunan Pajajaran, mulai dari Linggawangi Raja Galuh Pakuan hingga anak-anaknya Prabu Siliwangi dan keturunannya dari Nyi Subang Larang.
2. Sanghyang Baruna
Sanghyang Baruna, atau Ratu Segoro Kidul yang berwujud naga, adalah penguasa laut di pantai selatan. Meskipun Ratu Pantai Kidul dan Nyai Roro Kidul adalah dua entitas yang berbeda.
Pengaruh Sanghyang Baruna yang kuat terhadap kerajaan-kerajaan di pulau Jawa pada zaman dahulu, bahkan memunculkan dinasti di tanah Jawa.
Nyai Blorong, yang juga dikenal sebagai Maheswari Sasandoro ing Gayatri, adalah anak Sanghyang Baruna. Mitos yang tersebar di masyarakat menyebutkan bahwa Sanghyang Baruna juga memiliki anak angkat, yaitu Dewi Lanjar, yang bertugas menjaga pantai utara Pulau Jawa. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa Dewi Lanjar adalah seorang laki-laki bernama Ragyan Mahesworo Condro Mowo.
3. Sanghyang Lodaya
Sanghyang Lodaya, juga dikenal sebagai Pangeran Lalaroga Kusuma Diraga, ahli dalam ilmu pamacan atau menguasai elemen api, dikenal dalam bahasa Sunda sebagai maung. Awalnya, ia bersemayam di Gunung Patuha, gunung tertua di Jawa. Namun, pada suatu cerita, pasukan laut merah yang dipimpin oleh Hasyim Bahadur, pasukan jin Muslim yang menduduki ujung Kulon seputar Gunung Krakatau, datang mengganggu para Sanghyang pulau Jawa.
Mereka meminta Sanghyang Lodaya untuk mengusir pasukan Hasyim Bahadur di ujung kulon. Terjadi pertempuran sengit satu lawan satu antara Sanghyang Lodaya dan Syekh Hasyim Bahadur. Dalam pertempuran tersebut, Sanghyang Lodaya menggunakan semua pusaka andalannya untuk menyerang, namun tak satupun yang berhasil menembus pertahanan Syekh Hasyim Bahadur. Akhirnya, Syekh Hasyim Bahadur menggunakan kayu stigi untuk mengalahkan Sanghyang Lodaya.
Setelah kekalahan itu, Sanghyang Lodaya diam-diam memeluk agama Islam, membuat para Sanghyang marah. Sanghyang Asta Dewa mengutus Sanghyang Braja Dharma untuk mengusir Sanghyang Lodaya dari Gunung Patuha karena dianggap telah berbeda ajaran. Terjadilah pertarungan dahsyat antara Sanghyang Lodaya dan Sanghyang Braja Dharma, penguasa petir dari Gunung Galunggung, yang menyebabkan Gunung Patuha meletus pada Abad ke-9.
Untuk menghindari perselisihan yang berlarut-larut, Sanghyang Lodaya pindah dari Gunung Patuha ke Gunung Sancang dan akhirnya membuat istana di Gunung Ciremai. Ia menjadi pemimpin pasukan Maung dan menjadi Panglima perang gaib dari barisan Prabu Siliwangi di tanah Pajajaran. Kisah pertempuran tersebut dapat ditemukan dalam konten kreator YouTube M. Hakim Bawazier.
4. Sanghyang Braja Dharma
"Sanghyang Braja Dharma adalah salah satu dari sembilan Sanghyang di tanah Jawa, dia memiliki keilmuan dan dapat mengendalikan petir, dia bertempat tinggal di Gunung Galunggung Kabupaten Tasikmalaya dan mengayomi kebataraan atau ke-RESI-an yang kemudian berubah menjadi Kerajaan di Tatar Pasundan. Dia juga bertanggung jawab atas pengasuhan dan pendidikan Rahyang Jaya Dharma, anak Asta Dewa yang dititipkan kepadanya sejak lahir oleh Sanghyang Asta Dewa."
Baca Juga : Mitos Semar di tanah Jawa
5. Sanghyang Agni Bagaswara
Sanghyang Agni Bagaswara adalah salah satu tokoh dalam mitologi Sunda, yang dipercayai sebagai api dan penjaga keharmonisan alam semesta. Dalam kepercayaan Sunda, Sanghyang Agni Bagaswara memiliki kekuatan untuk mengendalikan api dan energi panas di alam, dan dihormati sebagai penjaga keharmonisan alam semesta.
Konon, Sanghyang Agni Bagaswara sering dipuja dan dipersembahkan dalam upacara adat, Dalam upacara tersebut, masyarakat membakar dupa dan kemenyan sebagai simbol penghormatan kepada Sanghyang Agni Bagaswara, sekaligus sebagai cara untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan yang telah dilakukan.
Sanghyang Agni Bagaswara juga kerap dianggap sebagai salah satu penjaga gunung berapi, karena kekuatannya dalam mengendalikan api dan panas. Sanghyang Agni Bagaswara dihormati sebagai simbol kekuatan, keberanian, dan kekuasaan. Namun demikian, kepercayaan tentang Sanghyang Agni Bagaswara saat ini mungkin sudah jarang dipraktikkan dan menjadi bagian dari sejarah dan budaya nusantara yang kaya.
6. Sanghyang Antari Kusuma
Sanghyang Antari Kusuma adalah salah satu dalam kepercayaan zaman dulu yang dipercayai memiliki kekuatan dalam mengendalikan angin dan badai. Sanghyang Antari Kusuma diyakini berasal dari Jawa Timur dan memiliki kemampuan yang sangat kuat dalam menguasai kekuatan angin dan badai.
Menurut legenda, Sanghyang Antari Kusuma pernah membantu pasukan kerajaan Padjadjaran dalam perang melawan Kerajaan lain dengan mengirimkan badai dan angin kencang yang membuat pasukan musuh kocar-kacir. Karena jasanya, Sanghyang Antari Kusuma dianggap sebagai pelindung pasukan Padjadjaran dalam perang dan dihormati sebagai Sanghyang angin dan badai yang kuat.
Sanghyang Antari Kusuma juga dipercayai sebagai pelindung petani dalam menghadapi musim kemarau dan hama tanaman yang sering muncul pada musim tersebut. Oleh karena itu, dalam upacara adat, terdapat banyak doa dan tarian yang ditujukan kepada Sanghyang Antari Kusuma untuk memohon kesuburan dan kelancaran dalam bercocok tanam.
7. Sanghyang Ananjaya
Dalam mitologi Jawa, Sanghyang Ananjaya merupakan salah satu yang dipercaya memiliki kekuatan gaib dan dianggap sebagai pelindung. Ia seringkali diidentifikasi dengan sosok Hanoman, salah satu tokoh dalam cerita Ramayana yang terkenal di Indonesia.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Sanghyang Ananjaya memiliki wujud seperti kera raksasa atau monyet raksasa yang memiliki kemampuan berubah bentuk. Ia dianggap sebagai sanghyang yang penuh kasih sayang dan sering membantu manusia dalam menghadapi berbagai macam kesulitan.
Selain itu, Sanghyang Ananjaya juga dipercaya sebagai pelindung para pelaut dan nelayan karena kekuatannya yang terkait dengan air dan gelombang laut. Ia diyakini dapat mengendalikan angin dan ombak untuk menjaga keselamatan para pelaut dan nelayan di laut.
Sanghyang Ananjaya juga dianggap sebagai salah satu sanghyang penjaga tanah Jawa, dan dikeramatkan di beberapa tempat suci. Ia diyakini dapat memberikan keberuntungan, keselamatan, dan perlindungan bagi orang-orang yang menghormatinya dengan cara melakukan upacara atau puja bakti.
8. Sanghyang Anantasena
Sanghyang Anantasena adalah salah satu tokoh dalam mitologi Jawa yang dikenal sebagai salah satu sanghyang pelindung. Nama "Anantasena" berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya "pasukan tak terbatas" atau "tentara yang tanpa batas".
Dalam mitologi Jawa, Sanghyang Anantasena digambarkan sebagai dewa yang memiliki tubuh besar dan berkepala banyak. Ia sering kali digambarkan sedang bertarung melawan kekuatan jahat atau memberikan perlindungan kepada para manusia yang membutuhkan bantuan.
Menurut kepercayaan, Sanghyang Anantasena merupakan salah satu manifestasi yang melambangkan kekuatan dan keberanian. Ia juga dipercayai sebagai salah satu penjaga alam semesta dan dikenal sebagai pelindung kehidupan dan keberlangsungan hidup.
Sanghyang Anantasena sering dipuja dan dihormati oleh masyarakat, terutama pada saat upacara keagamaan atau saat menghadapi masalah yang membutuhkan perlindungan atau keberanian. Dalam seni tradisional, ia sering digambarkan dalam bentuk patung atau lukisan dengan penampilan yang besar dan megah.
9. Sanghyang Surya Dhiva Sekha
Sanghyang Surya Dhiva Sekha adalah salah satu sanghyang dalam mitologi yang berkaitan dengan matahari. Dalam bahasa Jawa, "Surya" berarti matahari dan "Dhiva Sekha" berarti penghulu. Oleh karena itu, Sanghyang Surya Dhiva Sekha dapat diartikan sebagai "penghulu matahari".
Dalam kepercayaan, Sanghyang Surya Dhiva Sekha dianggap sebagai yang memegang kendali atas sinar matahari dan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi. Ia dihormati dan dipuja oleh masyarakat sebagai lambang kekuatan, keberanian, dan kebijaksanaan.
Sanghyang Surya Dhiva Sekha dikisahkan sebagai putra dari Batara Surya dan menjadi penguasa surga atau langit dalam kepercayaan Jawa.